Senin, 22 Januari 2018

Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi Asean-MEA

Pemberlakuan MEA tahun 2015 menyebabkan lalulintas perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara menjadi tanpa kendala. MEA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi kurang lebih 500 juta penduduknya. Perdagangan bebas dapat diartikan tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan nontarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Sebenarnya AFTA dibentuk sudah sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Tetapi, pada akhir tahun 2015 negara-negara ASEAN akan merasakan dampaknya.

Latar Belakang Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahun 2015. ASEAN telah menyepakati sektor-sektor prioritas menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003 ditetapkan 11 Priority Integration Sectors (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu tujuh sektor barang industri dan lima sektor jasa. Ke-7 sektor barang industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor jasa tersebut adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistik. Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan.

Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Sedangkan secara internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah menghasilkan GDP sebesar US$ 3,36 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,6 persen dan memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68 juta orang. Tulisan ini secara ringkas akan menganalisis peluang Indonesia menghadapi persaingan dalam MEA.

Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN Sejalan dengan pesatnya dinamika hubungan antar-bangsa di berbagai kawasan, ASEAN menyadari pentingnya integrasi negara-negara di Asia Tenggara. Pada pertemuan informal para Kepala Negara ASEAN di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997 disepakati ASEAN Vision 2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan di Hanoi yang menghasilkan Hanoi Plan of Action (HPA). Visi 2020 termasuk HPA berisi antara lain: kondisi yang ingin diwujudkan di beberapa bidang, seperti orientasi ke luar, hidup berdampingan secara damai dan menciptakan perdamian internasional. Beberapa agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk merealisasikan Visi 2020 adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan hidup, sosial, teknologi, hak cipta intelektual, keamanan dan perdamaian, serta turisme melalui serangkaian aksi bersama dalam bentuk hubungan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan diantara negaranegara anggota ASEAN. Selanjutnya pada KTT ASEAN ke 9 di Bali pada tahun 2003 dihasilkan Bali Concord II, yang menyepakati pembentukan ASEAN Community untuk mempererat integrasi ASEAN. Terdapat tiga komunitas dalam ASEAN Community yang disesuaikan dengan tiga pilar didalam ASEAN Vision 2020, yaitu pada bidang keamanan politik (ASEAN Political-Security Community), ekonomi (ASEAN Economic Community), dan sosial budaya (ASEAN Socio-Culture Community). MEA adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti yang dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020, adalah : “To create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic is free flow goods, services, investment, skill labor and free flow of capital, equitable economic development and reduced poverty and socio-economic disparities in year 2020.”

Untuk membantu tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui AEC, maka dibuatlah AEC Blueprint yang memuat empat pilar utama yaitu:

ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas
ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce.
ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam; dan
ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Dengan berlakunya MEA 2015, berarti negara-negara ASEAN menyepakati perwujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint merupakan pedoman bagi negaranegara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015.

Posisi Indonesia

Guna menyambut era perdagangan bebas ASEAN di ke-12 sektor yang telah disepakati, Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah diperkenalkan ke masyarakat sebagai salah satu strategi Indonesia membendung membanjirnya produk impor masuk ke Indonesia. UU ini antara lain mengatur ketentuan umum tentang perijinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia didalam pelabelan, dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Melalui UU ini pula pemerintah diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia. Kemudian menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa untuk kepentingan nasional misalnya untuk melindungi keamanan nasional. Regulasi tersebut terasa penting bila mempertimbangkan kondisi perdagangan Indonesia selama ini belum optimal memanfaatkan potensi pasar ASEAN. Pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, ekspor Indonesia ke pasar ASEAN baru mencapai 23% dari nilai total ekspor Hal ini antara lain karena tujuan ekspor Indonesia masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Tingkat utilitisasi preferensi tarif ASEAN yang digunakan eksportir Indonesia untuk penetrasi ke pasar ASEAN baru mencapai 34,4%. Peringkat Indonesia menurut global competitivenes index masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi ke 24, Thailand di posisi 37, Vietnam ke 70 dan Filipina di posisi 59.

Ketatnya persaingan di pasar ASEAN lebih jauh dapat disimak dari kinerja perdagangan Indonesia di tahun 2014. Sampai bulan Maret 2014, transaksi perdagangan Indonesia surplus hingga 673,2 juta dolar AS. Surplus didapat dari selisih antara nilai ekspor yang mencapai 15,21 miliar dengan impor 14,54 miliar dolar AS. Surplus Maret ini adalah yang kedua setelah bulan Februari sebesar 843,4 juta dolar AS. Namun demikian, Indonesia perlu memberi perhatian khusus terhadap transaksi dagang dengan Thailand yang akan bersama-sama terlibat dalam MEA 2015. Pada Maret 2014 Indonesia mengalami defisit dagang dengan Thailand sampai 1,048 miliar dolar AS. Lebih jauh lagi, surplus perdagangan Indonesia pada bulan 2014 ini belum mencerminkan kekuatan struktur ekspor Indonesia. Industri pengolahan produk ekspor masih bergantung pada bahan baku impor. Kondisi ini sangat rentan karena berarti Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan baku dunia. Karena itu arah kebijakan ekonomi Indonesia mulai tahun 2015 harus lebih jelas seiring dengan berlakunya pasar bebas ASEAN. Karenanya, menghadapi MEA 2015, Indonesia masih mempunyai berbagai pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan agar tetap mempunyai daya saing. Untuk pilar sosial budaya, Indonesia masih perlu kerja keras mengingat masih banyak warga Indonesia yang belum mengetahui tentang ASEAN. Padahal salah satu kunci keberhasilan MEA adalah konektivitas atau kontak antara satu warga negara dengan warga negara ASEAN lainnya. Pemahaman warga negara di Asia Tenggara terhadap MEA belum sampai 80 persen.

Karena itu, sosialisasi MEA menjadi sangat penting terhadap seluruh warga negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN. Kekuatiran yang muncul adalah, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara ASEAN lainnya. Untuk pilar ekonomi, Indonesia juga masih harus meningkatkan daya produk Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan industri yang berbasis nilai tambah. Oleh karena itu Indonesia perlu kerja keras melakukan hilirisasi produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang dapat diandalkan mulai dari pertanian, kelautan dan perkebunan. Tetapi semua produk tersebut belum sampai ke hilir untuk mengurangi inpor barang jadi, sebab Indonesia telah memiliki bahan baku yang cukup.

Dari sisi liberalisasi perdagangan, produk Indonesia praktis tidak terlalu menghadapi masalah sebab hampir 80 persen perdagangan Indonesia sudah bebas hambatan. Bahkan ekonomi yang berbasis kerakyatan (UMKM) berpeluang menembus pasar negara ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan pemerataan pembangunan sebagai bagian dari penguatan ekonomi kerakyatan. Antara tahun 2011- 2013, investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-wilayah di luar pulau Jawa dengan memberikan rangsangan tax holiday. Dengan demikian, pusat pertumbuhan ekonomi di masa depan bukan hanya terpusat di Jawa saja tetapi juga di luar Jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk kluster untuk pembinaan UMKM agar memiliki daya saing.

Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang. Sektor-sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini, kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru mencapai 82 persen. Hal itu ditengarai dari empat (4) isu penting yang perlu segera diantisipasi pemerintah dalam menghadapi MEA 2015, yaitu:

Indonesia berpotensi sekedar pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam minimal, tetapi defisit  neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar di antara negara-negara ASEAN semakin bertambah.
Melebarkan defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang.
Membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA), dan
Masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN. Dengan demikian didalam perdagangan bebas akan ada hal positif dan negatif yang akan dialami setiap negara yang terlibat didalamnya. Tantangan bagi Indonesia kedepan adalah memwujudkan perubahan bagi masyarakatnya agar siap menghadapi perdagangan bebas di maksud. Kesimpulan Menghadapi perdagangan bebas ASEAN, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan daya saing produk Indonesia mengingat jumlah penduduk Indoonesia yang sangat besar berpotensi menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara tetangga. Peningkatan daya saing ini mencakup baik produk unggulan maupun yang bukan unggulan. Di samping itu, parlemen Indonesia dapat membantu tugas pemerintah dimaksud dengan mempersiapkan berbagai regulasi yang bertujuan melindungi pasar Indonesia dari serbuan barang produk negara-negara ASEAN. Langkah semacam ini bukan dimaksudkan sebagai langkah proteksi terhadap pasar Indonesia tetapi sematamata untuk mencari keseimbangan antara ekspor dan impor. (Sumber : ppkdjakpus.com-January 7, 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda dan Berbagilah Di Sini.